Oleh
: Abdul Syakur Mughni
A. Pendahuluan
Setiap kali mendengar kata emosi, orang cenderung memaknai
terbatas pada sikap dan perilaku marah. Padahal, cakupan emosi itu amatlah luas, tidak hanya terbatas pada
sikap dan perilaku marah. Orang yang takjub saja termasuk ekspresi dari emosi.
Untuk memahami emosi lebih jauh, sebelum melilhatnya dari prespektif Al-Qur’an,
maka pembahasan ini didahului dengan pembahasan awal mengenai emosi.
Bersama dengan dua aspek lainnya yakni kognitif (daya pikir) dan konatif
(psikomotorik), sudah lama diketahui pula bahwa emosi merupakan salah satu
aspek berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Emosi atau yang sering
dikenal dengan afektif merupakann salah satu penentu sikap, salah satu
predisposisi perilaku manusia.
Daniel Goleman mengangkat aspek
emosi dalam bukunya. Namun, sebelum Daniel Goleman, di tahun 1920, E.L.
Thorndike sudah mengungkapkan social intelligence, yaitu kemampuan mengelola
hubungan antar pribadi baik pada pria maupun wanita. Thorndike percaya bahwa
kecerdasan social merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang di
berbagai aspek kehidupannya.
Emosi berasal dari bahasa Latin,
yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman emosi merujuk
pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak.
Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang,
sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku
menangis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) emosi adalah luapan perasaan yang
berkembang dan surut dalam waktu singkat atau keadaan dan reaksi psikologis dan
fisiologis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan dan keberanian
yg bersifat subjektif. Salah satu definisi akurat tentang pengertian
emosi diungkap Prezz, seorang EQ organizational consultant dan pengajar senior
di Potcherfstroom University, Afrika Selatan, secara tegas mengatakan emosi
adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situas tertentu. Sifat dan intensitas
emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia
sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif
terhadap situasi spesifik.
Jung menyatakan bahwa emosi bukan
suatu aktivitas organism. Emosi adalah sesuatu yang terjadi secara nyata dan
tampaknya sudah menjalar. Anak-anak belajar banyak tentang emosi dari reaksi
emosional para orang tua (perawat) mereka. Chaplin merumuskan emosi sebagai
sutau keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang
disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Perilaku tersebut
pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat
mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Misalnya, jika seseorang
mengalami ketakutan mukanya menjadi pucat, jatungnya berdebar-debar. Jadi
adanya perubahan-perubahan kejasmanian sebagai rangkaian dari emosi yang
dialami oleh individu yang bersangkutan.
Dari penjelasan di atas, emosi
yang dialami manusia cakupannya sangat
luas, sehingga Daniel Goleman mengambarkan kosa kata yang kita miliki tidak
mampu menyebutkan secara persis keseluruhan emosi yang kita rasakan. Dari itu,
maka terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai macam-macam emosi. Seperti
menurut Descrates, emosi terbagi atas: Desire (hasrat), hate (benci),
sorrow (sedih/duka), wonder (heran), love (cinta), dan joy
(kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: fear
(ketakutan), rage (kemarahan), love (cinta). Daniel Goleman
mengemukakan bebarapa macam emosi yang tidak berbeda jauh dengan kedua tokoh di
atas, yakni amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut,
jengkel, dan malu.
Dari ke delapan emosi tersebut,
Daiel Goleman merinci masing-masing emosi yakni: (1). Amarah: beringas,
mengamuk, benci, marah besar, jengkel, terganggu, berang, tersinggung,
bermusuhan tindak kekerasan, dan kebencian pathologis. (2). Kesedihan: pedih,
sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri sendiri, kesepian, ditolak,
putus asa dan kalau menjadi pathologis depresi berat. (3). Rasa Takut: cemas,
takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak senang,
ngeri, kecut, sebagai patologis fobia dan panic. (4). Kenikmatan: gembira,
bahagia, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi,
takjub, rasa terpesona, rasa terpenuhi, kegirangan luar baisa, senang sekali,
dan batas ujungnya adalah mania. (5). Cinta: penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bukti, hormat, kasmaran dan kasih. (6).
Terkejut: terkesiap, takjub, dan terpana. (7). Jengkel: hina, jijik, muak,
benci, tidak suka, mau muntah. (8). Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati,
sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Di samping pembagian emosi di
atas, para ahli mencoba mengklaisifikasi emosi menjadi dua kelompok besar:
emosi dasar (primer emotion) dan emosi campuran (mixed emotion). Ada
enam emosi dasar yakni: emosi
senang/bahagia (joy, الابتهاج), marah (anger, الغضب),
sedih (sadness, الجزن),
takut (fear, الخوف), benci (disgust, الاشتمزاز),
dan heran/kaget (surprise, المفاجأة). Para ahli
menyimpulkan bahwa keenam emosi ini yang diidentifikasi dirasakan oleh semua
manusia didunia. Emosi-emosi tersebut
adakalanya bercampur antara satu dan yang lain, misalnya antara marah dan
benci, heran dan takkut, benci dan rindu, dan sebagainya. percampuran itu bisa
terjadi sangat variatif sehingga sulit dipilah dan diberi nama. Contoh
konkritnya, emosi senang (joy) yang berkombinasi dengan penerimaan (acceptance)
akan melahirkan emosi cinta (love), emosi sedih (sadness) yang
berkombinasi dengan kejutan (surprise) akan melahirkan kekecewaan yang
mendalam (disappointmen). Bisa pula terjadi kombinasi antara dua emosi
tidak sejenis, semacam cinta (love) dengan marah (anger) yang
melahirkan rasa cemburu (jealousy).
Proses kemunculan emosi
melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi
pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa
netral, positif, ataupun negative. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh
reseptor, lalu melalui otak. Otak menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai
dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan dalam
mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang dibuat kemudian
memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh. Perubahan tersebut misalnya
napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan
raut wajah, intonasi suara, cara menatap, dan perubahan tekanan darah.
Para ahli mengemukakan beberapa
teori dalam upaya menjelaskan timbulnya gejala emosi. Beberapa teori tersebut
antara lain:
1. Teori Emosi Dua Faktor Schachter-Singer. Teori ini dikenal
sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi
fisiologik dapat saja seperti hati berdebar, tekanan darah nai, nafas bertambah
cepat, adrenalin dialirkan dalam darah. Jika rangsangan menyenangkan seperti
diterima di perguruan tinggi idaman, emosi yang timbul dinamakan senang,
sebalinya jika rangsangannya membahayakan misalnya melihat ular berbisa emosi
yang timbul dinamakan takut.
2. Teori Emosi James-Lange. Teori ini menjelaskan bahwa emosi
adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada
tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar.
Misalnya, jika seseorang melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah
makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa
udara. Respons tubuh ini kemudian dipersepsian dan timbullah rasa takut. Rasa
takut timbul oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari
hasil pengalamannya telah mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang
berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
3. Teori Emosi “Emergency” Cannon. Teori ini menyatakan emosi
timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik. Teori ini mengatakan pula bahwa
emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi darurat atau emergency.
Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa ada antagonism antara saraf-saraf
simpatis dengan cabang-cabang cranial dan sacral dari pada susunan saraf
otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simpatif aktif, saraf otonom nonaktif, dan
begitu sebaliknya.
Dari penjelasan sebab timbulnya
emosi tersebut, tentu ada pula akibat dari emosi itu sendiri. Di mana emosi
merupakan perangkat dahsyat yang dikarunia buat manusia. Tanpa adanya emosi,
manusia buka lagi manusia, tidak ada dinamika, dramatisasi, canda-tawa, dia
akan menjadi robot tak berperasaan yang hanya memandang hidup secara sempit,
hitam putih, benar salah. Tanpa adanya emosi, walau hanya sebagian saja,
manusia bisa lebih kejam dari binatang yang paling kejam sekali pun.
Jika diperhatikan secara
sepintas, mungkin macam-macam emosi yang dimiliki oleh manusia merupakan hal
yang wajar apabila diluapkan. Akan tetapi, batas kesabaran manusia juga
terkadang bisa luput dari berbagai hal sehingga terkadang manusia bisa saja
tergelincir karena emosi yang terlalu meluap-luap tersebut. Inilah sebabnya,
dibutuhkan manajemen hati agar manusia senantiasa berada pada jalur yang tidak
berlebihan, terutama hal mengeloah emosi di dalam diri manusia.
Kebanyakan emosi yang tidak bisa
dibendung oleh manusia adalah berupa kesedihan dan kemarahan. Kedua jenis emosi
itu adalah berupa kesedihan dan kemarahan. Kedua jenis emosi tersebut
sepertinya mampu menguasai akal sehat manusia sehingga pada saat sedih atau
marah, seseorang tidak lagi bisa berpikir dengan kepala dingin dan mengontrol
perilaku yang diperbuatnya. Misalnya, seseorang yang sedang marah bisa saja
melakukan hal destruktif yang justru akan membuatnya semakin terpuruk. Atau
seseorang yang sedang sedih dan putus asa akan membuat sebuah keputusan hidup
yang salah hanya karena dirinya terlalu dikuasai oleh perasaan sedihnya
tersebut.
B. Emosi dalam Perspektif Al-Qur’an
Bila kita melihat kamus Munawwir, kata emosi memiliki padanan kata dengan خَلجَة (penderitaan, perasaan,
sentiment), انفعال (nafsu,
kegirangan), وِجْدان
(perasaan, emosi, suara hati), عاطِفة (sentiment, perasaan, emosi,
kasih sayang, penderitaan), dan شُعُور (perabaan, sensasi, perasaan,
kesadaran, persepsi, kesanggupan, sensitive, sentiment, kasih sayang, emosi).
Sedangkan, kosakata yang berdenotasi emosi tidak dijumpai secara spesifik
di dalam al-Qur’an, tetapi bertebaran ayat yang berbicara atau berkaitan dengan
perilaku emosi yang ditampilkan manusia dalam berbagai peristiwa kehidupan. Ungkapan
Al-Qur’an tentang emosi digambarkan langsung bersama peristiwa yang sedang terjadi.
Berbagai peristiwa emosional dijelaskan oleh Al-Qur’an meskipun topic utamanya
(main topic) bukan masalah emosi. Muhammad Ustman Najati mengatkan,
“Dalam Al-Qur’an dikemukakan gambaran yang cermat tentang berbagai emosi yang
dirasakan manusia, seperti takut, marah, cinta, senang, antipati, benci,
cemburu, hasud, sesal, malu, dan benci.
Sebelum lebih jauh membahas emosi
dasar di atas, secara umum Al-Qur’an pun mengindentifikasikan perubahan
fisiologis yang tereskpresikan dalam bentuk sikap atau tingkah laku. Seperti
dalam table berikut ini:
No.
|
Perubahan Fisologis
(faali)
|
Ayat
|
QS
|
1
|
Degup Jantung
|
وَجِلت قلوبهم
|
Al-Anfal: 2, Al-Hajj: 35
|
2
|
Reaksi Kulit
|
تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ
|
Az-Zumar: 23
|
3
|
Reaksi Pupil Mata
|
تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَٰرُ
|
Ibrahim: 42, Anbiya: 97
|
4
|
Reaksi Pernapasan
|
صَدْرَهُ
ضَيِّقًا
|
Al-An’am: 125, Al-Hijr: 97, Al-Syu’ara: 13
|
5
|
Ekspresi wajah berseri-seri
|
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُّسْفِرَةٌ،
ضَاحِكَةٌ مُّسْتَبْشِرَةٌ
|
Abasa: 38-39
|
6
|
Wajah hitam pekat atau merah padam
|
وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
|
An-Nahl: 58, Al-zumar: 60, Al-Zuhkhruf: 17
|
7
|
Pandangan tidak
konsentrasi (terpana)
|
زَاغَتِ ٱلْأَبْصَٰرُ
|
Al-Ahzab: 10, Shad: 63, An-Najm: 17
|
8
|
Menutup telinga karena
ketakutan
|
يَجْعَلُونَ أَصَٰبِعَهُمْ فِىٓ ءَاذَانِهِم مِّنَ ٱلصَّوَٰعِقِ حَذَرَ ٱلْمَوْتِ
|
Al-Baqarah: 19
|
9
|
Menggigit ujung jari
|
عَضُّوا۟ عَلَيْكُمُ ٱلْأَنَامِلَ مِنَ ٱلْغَيْظِ
|
Ali Imran: 119
|
10
|
Reaksi kinestetis dengan
membolak-balik telapak tangan karena menyesal
|
يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ
|
Al-Kahfi: 42
|
Berikut ini akan dijelaskan
emos-emosi dasar yang diisyaratkan Al-Qur’an:
1. Takut
Emosi takut termausk emosi yang penting dalam
kehidupan manusia. Sebab, takut akan membantu manusia agar waspada terhadap
segala bahaya yang mengamcam. Hal itu akan membantu manusia dalam menjaga
kelangsungan hidupnya. Emosi takut manusia dalam Al-Qur’an mempunyai cakupan
yang luas. Bukan hanya gambaran ketakutan di dunia melainkan juga menyangkut
ketakutan di akhirat. Ketakutan di dunia ayatnya adalah:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ﴿١٥٥﴾
Dan Kami pasti akan menguji
kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS.
Al-Baqarah: 155).
* Bagi tema-teman yang berminat kelanjutan materi ini silahkan email ke: has.d2n@gmail.com atau download klik Bimbingan Konseling Islam